Bab 4: Studi Kasus Indonesia Ditulis oleh: Victoria Fanggidae (Perkumpulan Prakarsa)
I. Kebijakan Pemerintah
Pada masa kebangkitan gerakan reformasi di Indonesia di awal tahun 2000-an, paradigma ‘good governance’ yang mengusung prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, partisipasi, supremasi hukum, dan sebagainya menjadi kata kunci pembangunan di Indonesia. Good governance seringkali dikaitkan dengan tata kelola sektor publik karena Indonesia baru saja mengalami transisi dari pemerintahan otoriter yang korup menjadi pemerintahan baru yang demokratis. Pada periode ini, Indonesia membentuk sejumlah lembaga publik untuk memantau tata kelola sektor publik seperti Komisi Ombudsman Indonesia (didirikan pada tahun 2000 dan disahkan pada tahun 2008), Komisi Pemberantasan Korupsi Indonesia (2002) selain juga mengesahkan Undang-Undang Anti Korupsi (1999 dan 2001) serta Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (2008). Untuk sektor keuangan, sebagian besar peraturan mengenai transparansi dapat dilihat dalam konteks menguatnya eksposur sektor keuangan Indonesia ke arah investasi asing di mana pemerintah melihat bahwa pasca krisis, Good Corporate Governance (GCG) perusahaan di sektor keuangan—terutama terkait transparansi pelaporan keuangan—akan menarik lebih banyak investasi asing ke Indonesia. Deregulasi industri keuangan pada 1988 telah menyebabkan pertumbuhan industri perbankan yang hampir tak terkendali. Akibatnya, industri perbankan menjadi salah satu industri yang paling terpukul oleh krisis moneter Asia pada 1998. Belajar dari krisis itu, Bank Indonesia (BI) mulai memperketat peraturan tentang GCG untuk mendisiplinkan industri. Adapun untuk isu transparansi non-finansial, sebagian besar peraturan berkaitan dengan perlindungan konsumen seperti misalnya transparansi dalam suku bunga pinjaman, manfaat, risiko serta biaya produk dan jasa.
1|Page
Sub-bagian ini menguraikan dua level kerangka regulasi. Kerangka pertama menekankan peraturan di level negara seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 1. Selain UU Perbankan yang secara khusus mengatur segala aspek perbankan, peraturan lain yang dijelaskan di sini sebagian besar terkait dengan GCG perusahaan swasta. Sementara itu, kerangka kedua menyangkut hukum dan peraturan dari otoritas keuangan di Indonesia, seperti Bank Indonesia (hingga tahun 2012) dan Otoritas Jasa Keuangan (mulai tahun 2013). Seluruh undang-undang dan peraturan mengenai transparansi finansial bank ini diterbitkan setelah bailout besar-besaran terhadap industri perbankan pada awal tahun 2000-an.
Tabel 1. Undang-Undang dan Peraturan terkait Transparansi Perbankan di Indonesia Nama UU/ Peraturan
Konten UU/ Peraturan
Undang-Undang No. 10/ Undang-Undang 1998 tentang Perbankan mewajibkan (UU Perbankan)1
Elemen Penilaian yang Relevan
Perbankan Transparansi dan
bank
untuk (secara implisit)
membuka neraca dan laporan Poin keuangan
mereka
Akuntabilitas
6:
Lembaga keuangan
secara mempublikasikan
rincian
dari
berkala (triwulanan, tahunan) keseluruhan investasi berdasarkan sesuai format yang ditetapkan wilayah,
ukuran,
dan
jenis
oleh Bank Sentral. UU ini industri (sesuai dengan GRI FS6). juga mengatur kondisi luar biasa
di
kerahasiaan
mana bank
berlaku.
prinsip Transparansi dan Akuntabilitas tidak Poin
7:
mempublikasikan keseluruhan
Selain
itu,
penjelasan, 1
Lembaga keuangan
dalam UU
rincian
investasi
dalam
bagian bentuk tabel silang yang terdiri ini dari
kategori
industri
dan
Bank Indonesia (1998), "Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 TENTANG Perubahan UU RI No. 7 Tahun 1992 TENTANG Perbankan", secara online dapat dilihat di: http://www.bi.go.id/id/uu-bi/Dokumen/uu_bi_1099.pdf. Diakses pada 5 Maret 2015
2|Page
menunjukkan perlunya bank wilayah. Industri diuraikan secara (komersial meminta
dan
syariah) terperinci, misalnya, berdasarkan
laporan AMDAL kategori
utama
(Analisis Mengenai Dampak pertama)
(dua
dari
angka Standard
Lingkungan) dari perusahaan Klasifikasi Industri. berisiko tinggi/ berskala besar sebagai bahan pertimbangan Transparansi dan Akuntabilitas dalam penyaluran kredit.
Poin
11:
Lembaga
keuangan
menerbitkan
Laporan
Keberlanjutan
(Sustainability
Report) yang dapat mengandung (sejumlah) Standar Keterbukaan dalam
Panduan
Keberlanjutan
Pelaporan (Sustainability
Reporting Guidelines) GRI G4. (Informasi
mengenai
perincian
investasi ini harus ada dalam laporan keuangan reguler bank, meski
tidak diatur
terperinci,
misalnya:
secara bank
melaporkan keseluruhan investasi menurut klasifikasi industri BI, namun tidak menyebutkan namanama perusahaan atau wilayah operasional)
Pajak dan Korupsi Poin 1: Lembaga keuangan harus 3|Page
melaporkan pendapatan, biaya, keuntungan,
dan
pembayaran
pajak kepada pemerintah di mana perusahaan beroperasi. (UU ini hanya
mengatur
laporan
pendapatan, biaya, keuntungan, dan pajak yang dibayarkan kepada pemerintah Indonesia) Undang-Undang No.25/ Pasal
15 UU Penanaman Transparansi dan Akuntabilitas
2007 tentang Penanaman Modal mewajibkan investor Poin Modal2
11
(secara
untuk menerapkan prinsip- implisit): Lembaga prinsip
GCG,
jawab
keuangan
bertanggung menerbitkan
secara
melaporkan
Laporan
sosial, Keberlanjutan
(Sustainability
kegiatan Report) yang dapat mengandung
investasi, dan menghormati (sejumlah) Standar Keterbukaan masyarakat yang hidup di dalam sekitar
tempat
Panduan
kegiatan Keberlanjutan
Pelaporan (Sustainability
perusahaan. (UU ini mengatur Reporting Guidelines) GRI G4. semua perusahaan, termasuk perusahaan joint-venture yang Transparansi dan Akuntabilitas merupakan
bentuk
badan Poin
12:
Lembaga keuangan
hukum dari banyak lembaga menerbitkan keuangan/ bank)
keberlanjutan
laporan sesuai
Sustainability Pasal 16 menyatakan investor Guidelines
2
dengan Reporting
GRI
G4
yang
Bank Indonesia (2007), “Undang-Undang RI No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dapat dilihat secara online di http://www.bi.go.id/tentang-bi/uu-bi/Documents/UU25tahun2007PenanamanModal.pdf. Diakses pada 5 Maret 2015
4|Page
yang mengelola sumber daya mencakup Suplemen Sektor Jasa alam yang tidak terbarukan Keuangan (FSSS). harus mengalokasikan biaya (NB:
meski
tidak
terlalu
pemulihan lingkungan secara mendetail) bertahap. Pajak dan Korupsi secara umum. Pasal 33 ayat 2 mengatakan pemerintah
akan
menghentikan semua kontrak kerja dengan investor yang melakukan kejahatan pajak dan operasi keuangan ilegal lainnya seperti mark-up biaya untuk
mengurangi
pembayaran
pajak
kepada
pemerintah.
Catatan: Undang-undang ini menyediakan keringanan
sejumlah pajak
untuk
Foreign Direct Investment. Undang-Undang No.40/ Pasal
74
Undang-Undang Transparansi dan Akuntabilitas
2007 tentang Perseroan Perseroan Terbatas mengatur Poin 1 (secara implisit): Lembaga Terbatas3 3
semua
perusahaan
yang keuangan menjabarkan “Sistem
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (2007), "Undang-undang RI Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas", dapat dilihat secara online di: http://aria.bapepam.go.id/reksadana/files/regulasi/UU%2040%202007%20Perseroan%20Terbatas.pdf. Diakses pada 5 Maret 2015.
5|Page
terdaftar termasuk
secara di
publik, Pengelolaan Resiko Lingkungan antaranya dan
Sosial”
dan
memberikan
lembaga keuangan. UU ini penjelasan mendalam mengenai mewajibkan perusahaan yang bagaimana
lembaga
keuangan
kegiatan usahanya berkaitan memastikan bahwa investasi yang dengan sumber daya alam mereka
lakukan
memenuhi
yang
ditetapkan
untuk menuliskan tanggung ketentuan
jawab sosial dan lingkungan dalam peraturan yang ada. yang mereka lakukan dalam Laporan Tahunan.
Transparansi dan Akuntabilitas
(Sebagai implementatif Pemerintah
peraturan Poin UU merilis
No.47/2012 Tanggung
Lembaga
ini, menerbitkan
keuangan Laporan
PP Keberlanjutan
(Sustainability
tentang Report) yang dapat mengandung Jawab
Sosial (sejumlah) Standar Keterbukaan
Perusahaan (CSR) Perseroan dalam Terbatas4
11:
Panduan
Keberlanjutan
Pelaporan (Sustainability
Reporting Guidelines) GRI G4.
Transparansi dan Akuntabilitas Poin
12:
Lembaga keuangan
menerbitkan keberlanjutan Sustainability
4
laporan sesuai
dengan Reporting
Kementerian Keuangan (2012), “Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan Terbatas”, dapat dilihat secara online di http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/2012/47TAHUN2012PP.HTM diakses pada 10 Maret 2015
6|Page
Guidelines
GRI
G4
yang
mencakup Suplemen Sektor Jasa Keuangan. (NB:
tidak
langsung,
karena
lembaga keuangan tidak secara langsung memiliki bisnis yang berkaitan dengan sumber daya alam) Undang-Undang 2010 Pencegahan Pemberantasan
No.8/ Undang-Undang
ini Pajak dan Korupsi secara umum
tentang menegaskan peranan lembaga dan keuangan sebagai “pelapor” Tindak transaksi keuangan illegal, di
Pidana Pencucian Uang 5 mana perlu
lembaga
keuangan
menerapkan
“Kenali
prinsip
Nasabah”
dan
mengambil tindakan untuk mencegah
transaksi
mencurigakan Undang-Undang Nomor Pasal 72 Undang-Undang ini Tidak tersedia 3/2011 tentang Transfer mendefinisikan Dana6
keuangan dan
transaksi mewajibkan
bank membuka data transaksi
5
Bank Indonesia (2010), “Undang-Undang RI No. 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang”, dapay dilihat di http://www/bi.go.id/id/perbankan/prinsip-mengenalnasabah/Documents/UU_RI_Nomor_8_Tahun_2010.PDF diakses pada 5 Maret 2015 6
Bank Indonesia (2011), "Undang-undang RI No. 3/2011 tentang Transfer Dana", dapat dilihat secara online di:
http://www.bi.go.id/id/tentang-bi/uu-bi/Documents/UU3Tahun2011_setneg.pdf. Diakses pada 5 Maret 2015.
7|Page
keuangan
mereka
untuk
pengawasan dan audit Bank Sentral, dan bahwa Bank Sentral
dapat
‘entitas
lain’
melakukan dengan
menunjuk untuk
pemantauan— tetap
kerahasiaan
menjaga data
dan
informasi.
Peraturan Perundangan yang telah dijabarkan oleh Otoritas Keuangan Indonesia ke dalam peraturan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Peraturan Otoritas Keuangan terkait Transparansi Perbankan di Indonesia Nama UU/ Peraturan
Konten UU/ Peraturan
Surat Edaran Bank Sentral Pasal (SBI)
No.
tentang
Penilaian
II.1
Unsur Penilaian yang Relevan
menjelaskan Transparansi dan Akuntabilitas
15/28/DPNP bahwa bank mewajibkan Poin
Aset Bank Umum7
Kualitas debitur dan/atau
1
berskala
besar implisit): Lembaga
berisiko
tinggi menjabarkan
menyediakan
(secara keuangan “Sistem
laporan Pengelolaan Resiko Lingkungan
AMDAL
(Analisis dan Sosial” dan memberikan
Mengenai
Dampak penjelasan mendalam mengenai
Lingkungan) memastikan
untuk bagaimana lembaga keuangan bahwa memastikan
bahwa
investasi
kegiatan usaha debitur tidak yang mereka lakukan memenuhi
7
Bank Indonesia (2013), "Surat Edaran BI No.15 / 28 / DPNP TENTANG KUALITAS Aktiva Bank Umum", secara
online: http://www.ojk.go.id/dl.php?i=1345, dilihat pada 5 Maret 2015.
8|Page
membahayakan lingkungan ketentuan sebelum
yang
ditetapkan
menyalurkan dalam peraturan yang ada.
kredit. Selain itu, dalam menilai kualitas kredit dan prospek
bisnis
perusahaan,
Bank
memperhatikan
dari harus hasil
PROPER yang dikeluarkan oleh
Kementerian
Lingkungan Hidup. Peraturan Indonesia (PBI) No.8/4/PBI/2006 implementasi
Bank Peraturan ini mewajibkan Transparansi dan Akuntabilitas bank
untuk
tentang pelaksanaan
GCG
3
oleh
(secara
bagi implisit): Lembaga keuangan
Good bank umum seperti yang mengumumkan
Corporate Governance bagi ditetapkan Bank Umum8
mematuhi Poin
nama-nama
Bank perusahaan dan pemerintah di
Sentral. Pasal 2 menyatakan mana mereka berinvestasi. bahwa transparansi bank meliputi aspek keterbukaan Transparansi dan Akuntabilitas informasi stakeholder.
kepada
para Poin
4:
Lembaga keuangan
menyebutkan dan menjelaskan (melalui website) tentang semua perusahaan yang mendapatkan kredit lebih dari € 1.000.000.
Peraturan
8
Bank Peraturan ini menjabarkan Transparansi dan Akuntabilitas
Bank Indonesia (2006), "Peraturan BI No. 8/4 / PBI / 2006 TENTANG Pelaksanaan Good Corporate Governance
bagi Bank Umum", secara online: http://www.ojk.go.id/dl.php?i=1582 , dilihat pada 1 Maret 2015.
9|Page
Indonesia (PBI)
persyaratan dan prosedur Poin
No.2/19/PBI/2000
tentang untuk
meminta
1
(secara
perintah implisit): Lembaga
keuangan
Persyaratan dan Tata Cara atau ijin tertulis bagi pihak menjabarkan
“Sistem
Pemberian Perintah atau Ijin terkait, misalnya ahli waris Pengelolaan Resiko Lingkungan Tertulis Membuka Rahasia deposan atau pihak lain dan Sosial” dan memberikan Bank9
terkait urusan pajak, untuk penjelasan mendalam mengenai mengakses
informasi bagaimana lembaga keuangan
rahasia bank.
memastikan
bahwa
investasi
yang mereka lakukan memenuhi ketentuan
yang
ditetapkan
dalam peraturan yang ada. (NB. hanya mengatur bank yang beroperasi
di
bawah
sistem
hukum Indonesia) Peraturan
Bank Peraturan ini mewajibkan Pajak dan Korupsi
Indonesia No.3/22/PBI/2001
bank
dan
kelompok Poin
1: Lembaga
keuangan
tentang Transparansi Kondisi perbankan untuk membuka harus melaporkan pendapatan, Keuangan Bank10
kondisi keuangan mereka biaya, melalui pelaporan berkala.
keuntungan,
pembayaran
pajak
dan kepada
pemerintah di mana perusahaan 9
Bank Indonesia (2000), "Peraturan BI No.2 /19/PBI/2000 TENTANG Persyaratan Dan Tata Cara Pemberian
Perintah
atau
Ijin
Tertulis
Membuka
Rahasia
Bank",
dapat
dilihat
secara
online
di
http://www.bi.go.id/id/Peraturan/arsip-Peraturan/Perbankan2000/pbi-2-19-2000.pdf, diakses pada 5 Maret 2015.
10
Bank Indonesia (2001), "Peraturan BI No.3 / 22 / PBI / 2001 TENTANG Transparansi Kondisi Keuangan Bank",
secara online: http://www.bi.go.id/id/peraturan/arsip-peraturan/Perbankan2001/PBI % 203222001.PDF , dilihat pada 5 Maret 2015.
10 | P a g e
beroperasi. (NB: hanya mengatur bank yang beroperasi
di
bawah
sistem
hukum Indonesia)
Transparansi dan Akuntabilitas Poin
6
(secara
implisit):
Lembaga keuangan mempublikasikan rincian dari keseluruhan
investasi
berdasarkan wilayah, ukuran, dan
jenis
industri
(sesuai
GRI FS6)
Transparansi dan Akuntabilitas Poin
7:
Lembaga keuangan
mempublikasikan keseluruhan
rincian
investasi
dalam
bentuk tabel silang yang terdiri dari
kategori
industri
dan
wilayah. Industri
diuraikan
secara
misalnya,
terperinci,
berdasarkan (dua
angka
kategori pertama)
utama dari
Standard Klasifikasi Industri. (NB: Dalam level rincian yang berbeda, melaporkan 11 | P a g e
misalnya
bank
keseluruhan
investasi
menurut
industri
BI,
klasifikasi
namun
tidak
membuat laporan berdasarkan wilayah) Peraturan
Bank Peraturan ini mewajibkan Tidak tersedia
Indonesia (PBI) No. 7/6/PBI/2005 Transparansi
bank
untuk
tentang informasi Informasi bahasa
memberikan
tertulis
dalam
Indonesia
secara
Produk Bank dan Penggunaan jelas (termasuk soal risiko) Data Pribadi Nasabah11
pada setiap produk bank, termasuk mengenai
keterbukaan suku
pinjaman,
bunga untuk
meningkatkan tata kelola yang baik dan mendorong persaingan
yang
sehat
dalam industri perbankan. Peraturan
Bank
Indonesia
Peraturan ini mewajibkan Pajak dan Korupsi
No. 14/14/PBI/2012 tentang bank
untuk Poin
1: Lembaga
keuangan
Transparansi dan Publikasi mempublikasikan informasi harus melaporkan pendapatan, Laporan Bank12 11
Bank
Indonesia
kuantitatif dan kualitatif, biaya, (2005),
“Peraturan
BI
No.
7/6/PBI/2005”,
dapat
keuntungan, dilihat
secara
dan online
di
http://www.bi.go.id/id/peraturan/perbankan/Documents/19c3058e1c414c399f39f7e1932ac310pbi7605.pdf diakses pada 2 Maret 2015.
12
Bank Indonesia (2012), “Peraturan BI No. 14/14/PBI/2012 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank”
http://www.bi.go.id/id/peraturan/perbankan/Documents/7ed01062d1ca44a89211259eab989036PBINo14_14_PB I_2012.pdf diakses pada 1 Maret 2015.
12 | P a g e
sehingga publik mengetahui pembayaran kondisi
dan
pajak
kepada
kinerja pemerintah di mana mereka
keuangan
beroperasi.
mereka. Peraturan ini juga (NB: hanya mengatur bank yang mengharuskan semua bank beroperasi memiliki
website
di
bawah
sistem
paling hukum Indonesia)
lambat pada akhir 2012. Pajak dan Korupsi Poin 8: Perusahaan melaporkan secara terbuka mengenai (para) pemilik termasuk nama lengkap, tanggal
lahir,
kebangsaan,
yurisdiksi
pendirian
perusahaan,
rincian
kontak,
jumlah dan kategori saham, serta
proporsi
saham
dan
kepemilikan kontrol,
bila
memungkinkan.
Transparansi dan Akuntabilitas (secara implisit) Poin
6:
Lembaga keuangan
mempublikasikan rincian dari keseluruhan
investasi
berdasarkan wilayah, ukuran, dan
jenis
industri
dengan GRI FS6).
13 | P a g e
(sesuai
Transparansi dan Akuntabilitas Poin
7:
Lembaga keuangan
mempublikasikan keseluruhan
rincian
investasi
dalam
bentuk tabel silang yang terdiri dari
kategori
industri
dan
wilayah. Industri
diuraikan
secara
misalnya,
terperinci,
berdasarkan (dua
angka
kategori
utama
pertama)
dari
Standard Klasifikasi Industri. (NB: peraturan ini meminta level
rincian
yang
berbeda
dalam laporan) Peraturan
Bank
Indonesia
Pasal
10
peraturan
ini Tidak tersedia
No. 14/15/ PBI/ 2012 tentang menyatakan: Kualitas kredit Penilaian Kualitas Aset Bank ditentukan Umum (sebelumnya: PBI No. faktor 7/2/PBI/2005)13
berdasarkan
penilaian
sebagai
berikut: a) Prospek Bisnis... dll
Pasal 11: Prospek Bisnis meliputi a, b, c, d, e upaya 13
Bank Indonesia (2012), “Peraturan BI No.14/15/PBI/2012 tentang Kualitas Aktiva Bank Umum”, dapat dilihat
secara online di http://www.ojk.go.id/peraturan-bank-indonesia-nomor- 14-15-pbi-2012 diakses pada 5 Maret 2015.
14 | P a g e
yang dilakukan oleh debitur untuk
melestarikan
lingkungan Peraturan
Bank Peraturan ini mewajibkan Tidak tersedia
Indonesia No. 14/18/PBI/2012 bank untuk menyediakan tentang
Kewajiban modal
minimum
sesuai
profil
risiko,
tidak
hanya
Penyediaan Modal Minimum dengan Bank Umum14
sehingga
menyerap potensi kerugian yang berasal dari risiko kredit, risiko pasar dan risiko operasional, tetapi juga risiko lainnya seperti risiko likuiditas dan risiko material lain. Peraturan
Bank Dalam
Indonesia No.14/27/PBI/2012
menerapkan Pajak dan Korupsi secara umum,
Program Anti Pencucian khususnya Poin 8: Perusahaan
tentang Penerapan Program Uang
dan
Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Pencegahan
Pendanaan Bank
Terorisme bagi Bank Umum15
pedoman
wajib
Pencegahan melaporkan Terorisme, mengenai
secara (para)
terbuka pemilik
memiliki termasuk nama lengkap, tanggal pelaksanaan lahir,
kebangsaan,
yurisdiksi
mencakup kebijakan dan pendirian perusahaan, rincian
14
Bank Indonesia (2012), "Peraturan BI No. 14/18 / PBI / 2012 TENTANG Kewajiban Penyertaan Modal Minimum", secara online: http://www.ojk.go.id/dl.php?i=1374, melihat: 3 Maret 2015.
15
Bank Indonesia (2012), "Peraturan BI No. 14/27 / PBI / 2012 TENTANG Pelaksanaan Program Anti Pencucian Uang Dan Pencegahan Manulife Terorisme", secara online: pada 1 Maret 2015.
15 | P a g e
prosedur
tertulis
yang kontak, jumlah dan kategori
sekurang-kurangnya
saham,
meliputi:
kepemilikan saham dan kontrol,
1. Permintaan
bila memungkinkan.
informasi
dan
dokumen; 2. Beneficial owner; 3. Verifikasi dokumen; 4. CDD sederhana; 5. Penutupan hubungan
dan
penolakan transaksi; 6. Ketentuan mengenai area berisiko tinggi dan PEP; 7. Pelaksanaan
CDD
oleh pihak ketiga; 8. Pengkinian (updating)
dan
pemantauan; 9. Cross
Border
Correspondent Banking; 10. Transfer dana; 11. Administrasi dokumen; dan 12. Pelaporan PPATK 16 | P a g e
serta
kepada
proporsi
Peraturan
OJK
1/POJK.07/2013 Perlindungan
No. Peraturan ini mewajibkan Tidak tersedia tentang lembaga keuangan untuk
Konsumen meningkatkan transparansi
Sektor Jasa Keuangan16
dan keterbukaan mengenai manfaat, risiko serta biaya produk dan/atau jasa dari lembaga menerapkan
keuangan; prosedur
sederhana bagi konsumen untuk mengajukan keluhan dan penyelesaian sengketa pada produk dan/atau jasa keuangan.
1.1.
Perdebatan saat ini
Isu-isu berikut terkait dengan transparansi perbankan yang baru-baru ini dibahas di Indonesia. Sebagai latar belakang, Indonesia memiliki pemerintahan baru yang berkuasa sejak Oktober 2014. Perdebatan mengenai transparansi perbankan sebagian besar berputar di sekitar upaya meningkatkan pendapatan pajak bagi pemerintahan baru untuk mendanai kebijakan dan program pembangunan. Pemerintahan baru berjanji mendorong pembangunan infrastruktur sektor transportasi, energi, memastikan keamanan pangan, dan di sektor-sektor di mana Indonesia jauh tertinggal. Namun, anggaran negara untuk membiayai proyek-proyek tersebut amat
16
OJK
(2013),
“Peraturan
OJK
No.
1/POJK.7/2013”. Dapat
http://www.ojk.go.id/dl.php?i=1114 diakses pada 2 Maret 2015.
17 | P a g e
dilihat
secara
online
di
terbatas. Oleh karena itu pemerintah berusaha untuk meningkatkan pendapatan dari pajak yang memberi kontribusi lebih dari tiga perempat total penerimaan negara.17 Kerahasiaan Bank adalah segala yang berkaitan dengan informasi mengenai nasabah dan simpanan mereka. Menurut UU Perbankan, kerahasiaan bank tidak berlaku untuk:
a.
Tujuan pajak;
b.
Penyelesaian rekening bank yang didaftarkan pada Badan Urusan Piutang dan Lelang
Negara / Panitia Urusan Piutang Negara; c.
Kepentingan keadilan dalam kasus pidana;
d.
Kepentingan keadilan dalam kasus perdata antara bank dan nasabah;
e.
Pertukaran informasi antara bank;
f.
Permintaan, persetujuan, atau otoritas dari nasabah yang dibuat secara tertulis;
g.
Permintaan dari ahli waris nasabah; dan
h.
Terkait investigasi pencucian uang.
Sementara itu, Pasal 41 UU Perbankan menyatakan bahwa “Untuk tujuan pajak, manajemen Bank Sentral atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank untuk memberikan informasi dan menunjukkan bukti dan surat-surat mengenai situasi finansial nasabah tertentu kepada otoritas pajak”. Hal ini sulit untuk dilaksanakan karena permintaan harus diajukan dan disetujui oleh menteri atau ketua OJK (yang diperlukan dalam poin a-c seperti disebutkan di atas).18
17
Departemen
Keuangan
(2014),
“Infografis
APBN
2014”,
dapat
dilihat
secara
online
di
http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/Advertorial%20APBN%202014_061213.pdf diakses pada 1 Maret 2015.
18
Suryana,
AB (2013),
“Intensifikasi Pajak
dan
Rahasia
Bank”,
dapat
dilihat
secara
online
http://www.pajak.go.id/content/article/intensifikasi-pajak-dan-rahasia-bank, diakses pada 1 Maret 2015.
18 | P a g e
di
Oleh karena itu, Departemen Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak menuntut akses lebih besar ke rekening nasabah bank, bukan semata untuk investigasi kasus pidana, melainkan juga untuk meningkatkan penerimaan pajak penghasilan yang selalu berada di bawah target. Rasio penerimaan pajak terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) di Indonesia realtif rendah yakni hanya sekitar 12-13%, masih tertinggal jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya yang sebagian besar berada pada rasio di atas 14%. Bahkan di negaranegara maju, rasio penerimaan pajak mencapai 40% atau lebih dari PDB. Pemerintah saat ini menetapkan target rasio penerimaan pajak sebesar 16%. Pendapatan dari pajak masih memiliki potensi besar karena saat ini tingkat kepatuhan pajak masih tergolong rendah. Diperkirakan lebih dari 50% potensi pajak yang belum dibayarkan, baik dari pajak penghasilan pribadi maupun perusahaan.19 Atas dasar itulah, Direktorat Jenderal Pajak pada tanggal 26 Januari 2015 menerbitkan Peraturan No. PER-01/PJ/2015 tentang kewajiban bank untuk melaporkan jumlah pajak yang dipotong dari bunga deposito dan simpanan. Peraturan ini mengharuskan bank untuk menyerahkan bukti pemotongan pajak yang lebih rinci dari rekening bank nasabah, tidak seperti yang selama ini dilakukan di mana hanya bukti umum pemotongan pajak yang harus diserahkan kepada pihak otoritas pajak.20 Konsekuensinya, otoritas pajak dapat mengetahui jumlah rekening yang dimiliki oleh seorang nasabah. Aturan ini dapat mempersempit ruang bagi individu untuk menyembunyikan pembayaran pajaknya. Meski demikian, sektor swasta, khususnya industri perbankan, menunjukkan perlawanan sengit terhadap peraturan ini dengan mengutip potensi pelanggaran peraturan UU Perbankan mengenai kerahasiaan bank dan kerahasiaan klien. Bank khawatir nasabah kelas kakap akan 19
Hadi Wiyoso (2014), “Mau Tax Ratio Naik, Belajarlah Dari Mancanegara”, diterbitkan secara online tanggal 7
Februari 2014 di http://www.pajak.go.id/content/article/mau-tax-ratio-naik-Belajarlah-dari-mancanegara diakses pada 16 Maret 2015. 20
Hukum Online (2 Februari 2014), “Mendobrak Batas Kerahasiaan Bank”, dapat dilihat secara online di
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52f913394cca5/mendobrak-batas-kerahasiaan-bank diakses pada 17 Maret 2015.
19 | P a g e
melarikan uang mereka ke negara lain jika peraturan tersebut diberlakukan. Dalam sebuah wawancara, Sigit Permadi dari Perbanas mengatakan, “Ini adalah tentang kerahasiaan bank. Jika kerahasiaan bank diusik, ini akan mendorong para nasabah untuk memindahkan uang mereka. Yang perlu kita khawatirkan adalah bahwa mereka akan melarikan uang mereka ke luar negeri”.21 OJK sebagai pemegang otoritas sektor keuangan juga ragu-ragu untuk mendukung peraturan tersebut, karena melihat peraturan tersebut berpotensi melanggar UU Perbankan. Wakil Komisaris Divisi Pengawasan Perbankan OJK, Mulya Siregar, mengatakan, “jika tidak melanggar UU Perbankan, tidak ada masalah bila aturan ini diterapkan. Namun jika melanggar UU, hal itu akan menjadi masalah karena prinsip kerahasiaan bank terkait dana pihak ketiga harus dijaga. Data apa yang diminta, nama? Lantas apa lagi?”22 OJK lebih mendukung harmonisasi peraturan dengan UU Perbankan, artinya jika peraturan tersebut tetap ingin diterapkan maka UU Perbankan harus diubah terlebih dahulu di tingkat parlemen. Faktanya, hampir semua partai politik di DPR memprakarsai usulan untuk melakukan amandemen UU Perbankan, antara lain terkait klausa kerahasiaan bank dan aturan kepemilikan asing. Rencana untuk mengubah klausa tersebut telah dibahas oleh DPR periode 2009-2014 dan akan dilanjutkan oleh DPR periode 2014-2019. Secara khusus, seorang anggota parlemen
21
Republika
online
(2014),
“Perbankan
Minta
PerDirjePer01
/
PJ
/
2015
Dibatalkan”
http://www.republika.co.id/berita/koran/halaman-1/15/02/20/nk27xj-perbankan-minta-perdirjen-per01pj-2015dibatalkan, diakses pada Maret 2015.
22
Infobank Berita (2015, 17 Februari), “OJK: Aturan Dirjen Pajak Jangan Berbenturan” dapat diakses secara online
di
http://www.infobanknews.com/2015/02/ojk-aturan-dirjen-pajak-jangan-berbenturan-DENGAN-uuPerbankan/
diakses pada 16 Maret 2015.
20 | P a g e
membuat pernyataan bahwa DPR hendak menyelesaikan proses amandemen UU Perbankan pada tahun 2015.23 Dalam perkembangan terakhir, karena kurangnya kesiapan petugas pajak dan industri perbankan, ditambah keengganan OJK dan penolakan dari dunia bisnis—seperti yang disampaikan oleh Kamar Dagang dan Industri,24 peraturan ‘kontroversial’ itu dibatalkan pada Maret 2015.25 Meski demikian, banyak analis mengingatkan bahwa cepat atau lambat, Indonesia, sebagai anggota G-20, harus mengikuti rekomendasi G-20 untuk mencabut aturan kerahasiaan bank di masing-masing negara anggota pada 2018.26 Isu lain yang berkembang di Indonesia mengenai transparansi perbankan adalah mengenai suku bunga kredit kepemilikan rumah (KPR). Pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi menyebabkan kebutuhan akan perumahan layak menjadi sangat penting. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada 201427, sekitar 12.16% rumah tangga di Indonesia masih menghadapi ancaman kurangnya akses terhadap perumahan layak. Sementara perumahan dibangun bersamasama oleh pemerintah dan swasta, tingkat urbanisasi yang melonjak tinggi sulit untuk dikejar. 23
Antara News (2015), “DPR targetkan amandemen UU Perbankan rampung 2015”, dapat dilihat secara online di
http://www.antaranews.com/berita/477299/dpr-targetkan-amandemen-uu-perbankan-rampung-2015
diakses
pada 17 Maret 2015. 24
Republika online (201 5, 20 Februari), “Ketua Kadin: Kebijakan Pajak Ego Sektoral”, dapat diakses di
http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/keuangan/15/02/20/nk15uv-ketua-kadin-kebijakan-pajak-egosektoral diakses pada 16 Maret 2015. 25
Bisnis Indonesia (14 Maret2015), “Rincian Bukti Potong Deposito Tak Jadi Dilaporkan”, dapat dilihat secara
online
di
http://www.finansial.bisnis.com/read/20150314/9/411692/rincian-bukti-potong-deposito-tak-jadi-
dilaporkan, diakses pada 15 Maret 2015. 26
OECD (2014), Laporan Sekretaris Jenderal untuk Pemimpin G20, Brisbane, Australia-2014, dapat dilihat secara
online di https://g20.org/wp-content/uploads/2014/12/OECD_secretary-generals_report_tax_matters.pdf diakses pada 16 Maret 2015. 27
Badan
Pusat
Statistik
(BPS)
(2014),
“Statistik
Perumahan”,
dapat
http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1537, diakses pada 15 Maret 2015.
21 | P a g e
dilihat
secara
online
di
Pembangunan perumahan tumbuh kurang dari setengah dibandingkan dengan pertumbuhan rumah tangga baru setiap tahun. Akibatnya, persaingan untuk memperoleh rumah menjadi lebih sulit.28 Bank sebagai salah satu perantara kegiatan perekonomian menyediakan kredit kepemilikan rumah atau KPR. Karena permintaan atas perumahan yang terjangkau meningkat, sementara pasokan
jauh
lebih
rendah,
pengembang
dan
bank
memiliki
kebebasan
untuk
‘bermain’. Contohnya, skema KPR yang ditawarkan oleh sebagian besar bank untuk membeli rumah dengan cicilan relatif rendah tampak sebagai solusi mudah untuk memiliki rumah bagi konsumen. Namun, fasilitas yang seharusnya meringankan konsumen ini justru menjadi beban karena bank cenderung bermain-main dengan tingkat suku bunga.29 Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) telah melakukan advokasi mengenai masalah ini selama beberapa tahun. Konsumen khawatir bahwa setiap kali suku bunga BI naik, suku bunga KPR akan segera melonjak naik. Padahal, ketika suku bunga BI turun, suku bunga KPR enggan turun. Ada indikasi bahwa KPR hanya menguntungkan pengembang dan bank, sementara konsumen adalah pihak yang paling dirugikan.30 Praktek tersebut masih terus berlangsung meskipun telah ada UU Perlindungan Konsumen dan Peraturan OJK No. 1/POJK.07/2013. Undang-Undang ini mengharuskan lembaga keuangan untuk meningkatkan transparansi dan membuka manfaat, risiko dan biaya produk dan/atau jasa, serta prosedur sederhana bagi konsumen untuk mengajukan keluhan dan penyelesaian sengketa 28
Real Estate Indonesia (REI) (2013), “Pembangunan Perumahan: Tantangan, Visi dan Arahan Program”, dapat
dilihat secara online di http://rei.or.id/file/Materi%20Nugroho.pdf, diakses pada 10 Maret 2015 . 29
Detik Finance (2014), “Demi Punya Rumah, Nasabah Pasrah Diberi Bunga KPR Tinggi”, dapat dilihat secara online
di http://finance.detik.com/read/2014/08/26/065556/2672341/1016/demi-punya-rumah-nasabah-pasrah-diberibunga-kpr-tinggi, diakses pada 10 Maret 2015. 30
Kompas.com (2015), “Ada Indikasi KPR Hanya Menguntungkan Bank Dan Pengembang”, dapat dilihat secara
online
di
http://properti.kompas.com/read/2015/02/13/100000521/.Ada.Indikasi.KPR.Hanya.menguntungkan.Bank.dan.Pe ngembang, diakses pada 18 Maret 2015.
22 | P a g e
pada
produk
dan/atau
jasa.
Bank
Indonesia
juga
telah
mengeluarkan
peraturan No. 06/07/PBI/2005 yang mewajibkan bank untuk memberikan informasi tertulis secara jelas dalam bahasa Indonesia (termasuk mengenai risiko) pada setiap produk bank, termasuk transparansi soal suku bunga pinjaman. Namun, pada prakteknya hal ini tetap belum dilakukan.31 YLKI menyebutkan bahwa keluhan mengenai suku bunga KPR berada pada peringkat ketiga dalam jumlah pengaduan yang diterima YLKI terkait pelayanan bank. Secara umum, keluhan mengenai layanan bank tetap berada di daftar teratas dalam rekap tahunan keluhan yang disampaikan kepada YLKI selama bertahun-tahun hingga 2014.32
1.2.
Hasil dari penilaian kebijakan
Hasil penilaian dari dua tema yang paling relevan dari metodologi Fair Finance Guide dirangkum dalam Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Penilaian Kebijakan Bank di Indonesia Tema
Nilai Tinggi (Skor Skor antara 4 dan 6 =/> 6)
Transparansi Akuntabilitas
& -
Citibank (4.9)
Nilai Rendah (Skor < 4) MUFG (3,5) BNI (2,8) Danamon (2.7)
31
Detik Finance (2015), “Banyak Bank Tak Transparan Soal Rincian Bunga KPR”, dapat dilihat secara online di
http://finance.detik.com/read/2014/08/25/082217/1016/1/banyak-bank-tak-transparan-soal-rincian-bunga-kpr, diakses pada 2 Maret 2015. 32
Hukum Online (2014), “Sepanjang 2014, indutri Perbankan Donminasi Pengaduan KE YLKI”, dapat dilihat secara
online
di
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt54d3303b7447a/sepanjang-2014-industri-perbankan-
dominasi-pengaduan-ke-ylki, diakses pada 1 Maret 2015.
23 | P a g e
HSBC (2.7) BRI (2.2) Mandiri (1,9) OCBC-NISP (1,6) CIMB-Niaga (2.2) BCA (0,3) Panin (0,3) Pajak & Korupsi
-
-
HSBC (1,5) Citibank (2,9) Mandiri (1,5) CIMB-Niaga (1,5) OCBC-NISP (1,5) BNI (1,2) Danamon (1.2) MUFG (0,8) BRI (0,8) Panin (0,8) BCA (0,8)
Sumber: ResponsiBank Indonesia, 2015
Terkait isu Transparansi dan Akuntabilitas, semua bank yang dinilai, kecuali Panin dan BCA, mempublikasikan Laporan Keberlanjutan yang berisi (sejumlah) Standar Keterbukaan sesuai GRI G4 Sustainability Reporting Guidelines. Ketiga bank asing bahkan memverifikasi Laporan Keberlanjutan mereka. Untuk bank nasional, hanya BNI, CIMB-Niaga dan Danamon yang memverifikasi Laporan Keberlanjutan. Terkait kepatuhan terhadap peraturan, bank-bank di Indonesia harus menuliskan Laporan Keberlanjutan sesuai standar peraturan OJK. Namun, bank tidak perlu menuliskan Laporan Keberlanjutan secara terpisah. Laporan Keberlanjutan ini dapat dituliskan sebagai salah satu bagian/bab dalam Laporan Tahunan. Itu sebabnya, meski BCA dan 24 | P a g e
Panin tidak memiliki Laporan Keberlanjutan tersendiri, mereka tidak melanggar persyaratan pelaporan. Mengenai Sistem Manajemen Risiko Lingkungan dan Sosial, BNI, Danamon, CIMBNiaga, OCBC-NISP, HSBC, Citibank dan MUFG menjelaskan kebijakan Manajemen Risiko Lingkungan dan Sosial mereka pada tingkat rincian yang berbeda. Misalnya, HSBC, Citibank dan MUFG memiliki kebijakan sektoral yang cukup rinci dan dengan jelas menyajikan ruang lingkup kebijakan tersebut. Sementara, BNI hanya menyebutkan kebijakan terkait salah satu sektor—kelapa sawit. Danamon dan CIMB-Niaga hanya menyebutkan bahwa mereka mengacu pada undang-undang dan peraturan nasional terkait isu-isu spesifik. Perlu dicatat bahwa tiga bank lokal yaitu BNI, Danamon dan CIMB-Niaga mengacu pada peringkat PROPER.33 Lebih jauh, BNI bahkan menyatakan bahwa tidak akan berinvestasi pada perusahaan yang mendapat peringkat buruk dalam PROPER. PROPER adalah peringkat keberlanjutan untuk perusahaan/industri yang bisnis utamanya berdampak pada lingkungan dan masyarakat, instrumen ini dikembangkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dengan berdasarkan pada studi ilmiah dan inspeksi lapangan (misalnya mengambil sampel polusi perusahaan). Sayangnya, PROPER terbatas hanya melibatkan beberapa perusahaan. Perusahaan holding HSBC tidak mempublikasikan nama-nama perusahaan di mana mereka berinvestasi, tetapi mengeluarkan pinjaman berdasarkan Equator Principles III melalui mandat, kategori, wilayah, dan sektor industri. Dari kesebelas bank yang dinilai, HSBC Indonesia merupakan satu-satunya bank yang menyebutkan daftar perusahaan tempat mereka menyalurkan kredit sepanjang tahun. Untuk kategori bank nasional, bank-bank BUMN seperti BNI, Mandiri dan BRI mempublikasikan nama-nama perusahaan di mana mereka berinvestasi— terutama BUMN lain—sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada pemerintah yang merupakan pemilik saham utama. Sementara dari kategori bank swasta nasional, hanya BCA yang mempublikasikan nama-nama perusahaan tempat mereka berinvestasi. Citibank (holding) 33
Kementerian Lingkungan Hidup (N/D), “PROPER”, dapat dilihat secara online di http://www.menlh.go.id/proper/
diakses 1 Maret 2015.
25 | P a g e
membuka informasi konsolidasi dari kesepakatan pembiayaan proyek dalam kesepakatan pembiayaan proyek dan pembiayaan perusahaan berbasis proyek, termasuk informasi yang diwajibkan dalam Laporan Tahunan berdasarkan Equator Principles III. Semua bank memberikan rincian portofolio pinjaman yang cukup rinci berdasarkan klasifikasi industri Bank Indonesia dalam laporan keuangan mereka. Namun, Panin sebagai bank yang memiliki rata-rata skor buruk dalam penilaian baseline memberikan informasi yang kurang rinci terkait portofolio pinjaman, di bawah standar yang disyaratkan oleh Bank Indonesia. Hal ini menimbulkan tanda tanya terkait penegakan peraturan dari regulator industri keuangan. Berkaitan dengan isu Pajak dan Korupsi, tidak ada satupun bank yang menyediakan berdasarkan pelaporan per negara. Hanya HSBC yang melaporkan pembayaran pajak (dalam angka) di setiap pasar dengan pertumbuhan prioritas, tapi tidak di semua negara di mana mereka beroperasi. Citibank misalnya, menyatakan bahwa “perusahaan tunduk pada undang-undang pajak penghasilan AS, termasuk negara bagian dan pemerintahan kota, dan di yurisdiksi asing di mana ia beroperasi”, tetapi hanya melaporkan daftar 9 yurisdiksi pajak utama di mana Citibank dan afiliasinya beroperasi, serta hanya mencakup tahun-tahun sebelum pemeriksaan tanpa rincian angka per negara. Hal serupa dilakukan MUFG yang menyatakan bahwa “Grup MUFG merupakan subyek pemeriksaan pajak oleh otoritas pajak dalam berbagai yurisdiksi di mana ia beroperasi”, tetapi tidak ada angka masing-masing negara dalam laporannya. Sebagian besar bank nasional hanya melaporkan pembayaran pajak mereka di Indonesia dalam laporan keuangan mereka. Sejumlah bank memiliki cabang di negara ‘surga pajak’ seperti Bahama, Kepulauan Cayman dll, namun tidak secara jelas melaporkan kegiatan lokal dan kondisi keuangan mereka. Citibank misalnya, melaporkan kegiatannya di Kepulauan Cayman yang sebagian besar merupakan kegiatan filantropi, selain kegiatan investasi, tetapi tidak ada laporan tentang cabang sejenis di Bahama atau Jersey (Kepulauan Channel). Dari sejumlah bank nasional yang beroperasi di Kepulauan Cayman (seperti BRI, Mandiri, Panin), hanya Mandiri yang melaporkan pengeluaran cabang Kepulauan Cayman, meski tidak menyebutkan jumlah pajak yang mereka bayarkan di wilayah tersebut. 26 | P a g e
Mengenai isu transparansi dalam masalah perbankan lainnya, semua bank memasukkan kebijakan operasional internal yang berkaitan dengan larangan menawarkan, menjanjikan, memberi dan membutuhkan, baik secara langsung maupun tidak langsung, suap dan keuntungan lain yang tidak semestinya dalam rangka memperoleh dan mempertahankan tugas dan keuntungan lainnya yang tidak semestinya. Pernyataan ini biasanya dapat ditemukan dalam Kode Etik, baik pada bank nasional maupun bank asing. Hampir semua bank nasional memiliki kebijakan anti pencucian uang, sebagian besar karena persyaratan yang ketat dari pemerintah AS yang memberlakukan kebijakan (diperkuat dengan kebijakan BI) bagi bank yang melakukan kegiatan operasional yang berhubungan dengan lembaga keuangan AS dan menggunakan mata uang AS. Bank yang transparan diharapkan untuk mempublikasikan investasi yang bertanggung jawab dan kebijakan keuangan sebagai bagian dari Manajemen Resiko Lingkungan dan Sosial. Bank seperti BNI, HSBC, Citibank dan MUFG mempublikasikan kebijakan investasi tentang larangan korupsi dan suap, tetapi hanya HSBC dan Citibank yang mengharuskan perusahaan untuk menyertakan tindakan yang dapat diambil jika karyawan/pemasok bersalah atas tindakan korupsi atau penggelapan pajak dalam sistem manajemen mereka. Tak ada satu pun dari sebelas bank yang dinilai yang mengharuskan perusahaan di mana mereka berinvestasi melaporkan keterlibatan mereka dalam proses pengambilan keputusan atas norma-norma dan peraturan internasional (praktik lobi). Citibank hanya memiliki kebijakan yang berlaku untuk kegiatan lobi yang mereka lakukan secara internal, bukan kebijakan mengenai praktik lobi di perusahaan di mana mereka berinvestasi. Untuk bank nasional Indonesia, karena otoritas sektor keuangan memiliki panduan yang jelas tentang pelaporan kepemilikan, informasi mengenai beneficial owner kelompok perbankan dapat ditemukan dalam Laporan Tahunan mereka yang meliputi nama lengkap, tanggal lahir, kebangsaan, kategori saham, serta proporsi kepemilikan saham dan kontrol (atau kombinasi 1-3 informasi tersebut). Namun, tak satu pun dari bank-bank tersebut yang mengharuskan informasi serupa dari perusahaan di mana mereka berinvestasi.
1.3. 27 | P a g e
Praktik terbaik
Di antara kelompok perbankan internasional, Grup Mitsubishi-UFJ (Grup MUFG) telah menerapkan praktek-praktek yang baik terkait transparansi. MUFG memberikan hak suara di anak perusahaan atau perusahaan lain yang bergabung dengan mereka dan menerbitkan proporsi hak suara di semua anak perusahaan secara global. MUFG cabang Jakarta juga melaporkan struktur kelompok usaha yang lengkap di Indonesia.
Sementara dari kelompok bank nasional, meski mendapatkan nilai yang tidak terlalu tinggi di berbagai tema/sektor, BNI dianggap lebih baik dibandingkan dengan bank-bank nasional lainnya dalam hal kebijakan Manajemen Resiko Lingkungan dan Sosial. BNI menerbitkan portofolio pinjaman yang menunjukkan tren penurunan kredit terhadap perusahaan yang berada dalam daftar merah atau hitam di PROPER (yaitu perusahaan yang mendapat nilai buruk dalam standar kepatuhan lingkungan). Pada tahun 2011 misalnya,, BNI menggelontorkan 602 miliar rupiah untuk pembiayaan perusahaan dalam kategori hitam, tapi pada 2013, perusahaan dalam daftar hitam tak mendapatkan kucuran kredit sama sekali. Pada periode yang sama, kredit yang disalurkan BNI kepada perusahaan dengan kategori emas naik dari 0 menjadi 9,448 milyar rupiah.
28 | P a g e